nyala lilin magis tak lagi menghiasi rumah udin. telah beberapa hari ini udin tidak lagiberkeliling sebagai babi ngepet. hal ini dikarenakan larangan WNF, world ngepet federation, kepada seluruh pemegang izin babi ngepet untuk beroperasi hingga waktu yang belum ditentukan.
memang akhir-akhirini virus H1N1 atau yang lebih dikenal dengan virus flu babi, telah menyebar ke seluruh dunia tanpa mampu dikendalikan. termasuk telah merambah dunia babi ngepet, hingga menurunkan omzet para babi ngepet.
"gimana kang, kapan bisa keliling lagi ?" tanya sumi, istri udin. semenjak suaminya tidak beroperasi, sumi terus menguras tabungan untuk biaya hidup sehari-hari.
udin tak mampu menjawab keresahan sumi. sebenarnya ia ingin sekali melanggar larangan WNF, namun kematian temannya yang juga babi ngepet menyurutkan niatnya.
* * *
udin duduk sendirian di beranda rumahnya. pagi tadi ia menerima kabar bahwa ayahnya masuk rumah sakit karena kutilnya kambuh. dan membutuhkan biaya yang cukup banyak sebagai biaya operasi.
udin sangat bingung. mengapa di saat seperti ini kutil ayahnya harus kambuh ? di saat flu babi merajalela.
"sabar kang. pasti ada jalannya" sumi coba menenangkan sang suami. namun tak berpengaruh sedikitpun. kebingungan yang semakin membara membakar rasa takut udin sedikit demi sedikit
* * *
"tak ada cara lain ! demi si abah" kata udin pada sumi saat dengan nekatnya ia akan pergi untuk berkeliling sebagai babi ngepet. tangisan memelas sumi tak ia gubris. baginya hanya ada dua pilihan, ia terkena flu babi atau ayahnya mati.
malam itu tak satu pun bintang yang tampak. rembulan pun enggan bersinar seraya tak merestui udin. namun tekad udin telah terpatri di hatinya. tak ada apapun atau siapapun yang dapat menghalanginya.
"wer kewer kewer. pak jus, pak pret" udin merapal mantra, kemudian ia menjelma menjadi babi ngepet.
rumah demi rumah ia sambangi. untuk mendapatkan hasil optimal tak satupun rumah ia lewati. padahal dahulu ia adalah babi ngepet pemilih. ia hanya menguras harta orang kaya yang jahat dan kikir. namun kali ini ia harus mengorbankan hati nuraninya demi kesembuhan sang ayah.
telah beberapa jam ia berkeliling sebagai babi ngepet. ia merasa uang yang telah ia dapatkan cukup besar. cukup bagi pengobatan ayahnya serta cukup bagi penghidupan ia dan keluarganya.
di saat ia akan mengakhiri petualangannya. tiba-tiba tubuhnya tak dapat digerakan dan serasa ada bara api dalam tubuhnya yang membakar setiap jengkal badannya. ia ingin berteriak, namun tenggorokannya tak mampu mengejawantahkan keinginan pikirannya.
* * *
uang dan perhiasan muncul secara tiba-tiba di depan matanya. senyum tak henti terpancar dari bibir mungil sumi. kini ia takkan kesulitan dalam hal keuangan lagi.
namun saat fajar menjelang. nyala api lilin berubah menjadi biru dan beberapa saat kemudian api biru tersebut membesar dan dengan sangat cepat melelehkan lilin sedikit demi sedikit.
kepanikan mendera sumi. ia coba memadamkan api itu. namun bagai disembur minyak, api itu malah menjadi semakin besar hingga padam setelah menelan lilin tersebut.
sumi mulai terisak memikirkan nasib suaminya.
* * *
keesokan harinya, keresahan masih belum beranjak dari kalbu sumi. ia terus menanti kedatangan sang suami. separuh hasil ngepet telah ia berikan pada sang mertua.
"jeng sumi. jeng sumi" seorang wanita paruh baya dengan setengah berlari menyongsong sumi. dari raut wajahnya terlihat bahwa sebuah kabar buruk akan disampaikannya pada sumi.
dengan terbata-bata ia berkata. "su. suami jeng sumi diremukan tergeletak tak bernyawa di desa sebelah" demi mendengar kabar itu, jantung sumi serasa berhenti berdenyut dan bumi berhenti berputar. tatapan matanya entah ditujukan ke mana.
Sumber : Cerpen.Net
Selasa, 28 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
bagus, lucu banget
BalasHapusditunggu kunjungannya ke blog saya ya
BalasHapushttp://dukunedan.blogspot.com/
http://antonmarciano.blogspot.com/